POLRI DAN MASALAH LINGKUNGAN HIDUP GLOBAL “Dalam Upaya Penanggulangan Ekspor Kabut Asap”


I. PENDAHULUAN

Lingkungan hidup merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningakatan kualitas hidup itu sendiri. (Kementerian Lingkungan Hidup, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 2004, hal. 29)
Pembangunan merupakan pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi ini, sering terjadi pacuan pertumbuhan yang seringkali menimbulkan dapat yang tidak terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial. (Nabil Makarim, Sambutan Dalam Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 2003 hlm 1)
Lingkungan Hidup di Indonesia menyangkut tanah, air, dan udara dalam wilayah negara Republik Indonesia. Semua media lingkungan hidup tersebut merupakan wadah tempat kita tinggal, hidup serta bernafas. Media lingkungan hidup yang sehat, akan melahirkan generasi manusia Indonesia saat ini serta generasi akan datang yang sehat dan dinamis. Pembangunan industri, eksploitasi hutan serta sibuk dan padatnya arus lalu lintas akibat pembangunan yang terus berkembang, memberikan dampak samping. Dampak samping tersebut berakibat pada tanah yang kita tinggali, air yang kita gunakan untuk kebutuhan hidup maupun udara yang kita hirup.

Apabila tanah, air dan udara tersebut pada akhirnya tidak dapat lagi menyediakan suatu iklim atau keadaan yang layak untuk kita gunakan, maka pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup telah terjadi.
Pencemaran lingkungan hidup, bukan hanya akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat yang ada sekarang namun juga akan mengancam kelangsungan hidup anak cucu kita kelak.

II. PERMASALAHAN

Selama bertahun-tahun, masalah kiriman kabut asap Indonesia ke Negeri Jiran masih saja tidak terselesaikan. Seakan tanpa malu, Indonesia menjadi penyebab rendahnya kualitas udara Malaysia. "Kualitas udara sudah tidak sehat di enam wilayah sekitar Kuala Lumpur dan Serawak. Dari 50 unit stasiun pemantau milik Malaysia, hanya tiga melaporkan kualitas udara baik. Lainnya hanya moderat," pernyataan Departemen Lingkungan Malaysia yang dilansir Bernama, Rabu (5/8/2006). Setiap tahun kejadian ini selalu berulang pada musim kemarau, ketika petani Indonesia secara ilegal membersihkan lahan dengan cara membakar sisa-sisa tanaman. Malaysia dan Singapura sudah berulangkali mengeluhkan kabut asap dari Tanah Air sejak 1997 silam. Selain masalah kesehatan, mereka rugi jutaan dolar karena kehilangan pendapatan di sektor pariwisata dan penundaan penerbangan karena menurunnya jarak pandang. Pekan ini, Menteri Lingkungan Malaysia Douglas Unggah Embas berencana terbang ke Riau untuk membahas masalah ini. Sedihnya, pemerintah Indonesia mengaku kekurangan dana dan kemampuan membendung praktek pembakaran lahan di Sumatera dan Kalimantan. (Dilansir dari Berita Internet melalui Situs INILAH.COM, 2006)
Kabut asap dari pembakaran lahan di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menyebabkan aktivitas penerbangan di Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin terhambat. Bukan hanya itu, lalu lintas darat pun ikut terganggu akibat pandangan pengendara terhalang kabut. Humas PT Angkasa Pura I Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin, Awaluddin, mengatakan, kabut asap yang menyelimuti kawasan bandara menyebabkan sejumlah penerbangan terlambat. "Penerbangan pagi hari ada lima pesawat, empat mengalami penundaan dan hanya satu yang terbang tepat waktu yakni Batavia Air," ujar Awaluddin, di Banjarbaru. Menurut Awaluddin, penyebab tertundanya penerbangan ini karena jarak pandang kurang dari 2.000 meter. Sehingga pengawas udara dan pilot mengambil keputusan menunda keberangkatan hingga jarak pandang normal. Beberapa jadwal penerbangan yang mengalami gangguan seperti, pesawat Wing Air tujuan Surabaya yang seharusnya berangkat pukul 07.15 WITA mengalami penundaan satu jam lebih menjadi pukul 08.30 WITA. Penundaan ini juga mengakibatkan tertundanya penerbangan kedua pada pukul 10.00 WITA menjadi pukul 12.15 WITA. Pesawat lain yang juga terlambat terbang akibat jarak pandang tidak memenuhi batas toleransi ini adalah Lion Air tujuan Jakarta. Pesawat tersebut dijadwalkan berangkat pukul 07.00 WITA namun baru dapat terbang pada pukul 08.50 WITA. Sedangkan pesawat yang tidak terkena dampak kabut asap yakni Batavia Air berangkat tepat waktu. Pesawat tujuan Jakarta itu berangkat sesuai jadwal pada pukul 07.30 WITA. Selain mengganggu jadwal penerbangan, asap tipis yang menyebar itu juga cukup mengganggu jarak pandang pengendara yang melintas. Antara lain di ruas Jalan Ahmad Yani di wilayah kota Banjarbaru dan sekitarnya.
Kabut asap tipis menyelimuti Palembang selama beberapa jam sejak dua hari terakhir. Kabut asap tersebut berasal dari lokasi kebakaran lahan di Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang tertiup angin ke Palembang. Kabut asap tampak cukup tebal pada hari Selasa malam.

Bau asap yang ditimbulkan juga sedikit mengganggu pernapasan meskipun tidak mengganggu jarak pandang. Pada hari Rabu (6/8/2006) bau asap mulai tercium pada sore hari.

Menurut GIS Remote Sensing Specialist dari South Sumatera Forest Fire Management Project (SSFFMP), Solichin, kebakaran lahan di Pampangan sudah terjadi selama empat hari. Lokasi kebakaran lahan di Pampangan terletak di lahan gambut namun masih di pinggir kawasan hutan. "Kabut asap yang menyelimuti Palembang merupakan asap kiriman dari Pampangan. Kalau angin bertiup ke tenggara pasti asap terbawa ke Palembang," kata Solichin. Solichin mengatakan, musim kemarau tahun ini perlu diwaspadai karena cenderung lebih kering dibandingkan tahun 2007. Kemungkinan terjadi kebakaran lahan di Sumsel akan lebih banyak. Kepala Seksi Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan Sumsel Achmad Taufik mengutarakan, jumlah titik panas di Sumsel pada hari Rabu hanya dua yaitu di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Padahal pada hari Selasa terpantau ada 16 titik panas. "Penyebab kabut asap di Palembang belum diketahui pasti, tetapi diduga akibat meningkatnya aktivitas petani yang mulai membuka lahan dengan cara membakar," ujar Taufik. Kepala Stasiun Klimatologi BMG Kenten, Palembang M Irdam mengatakan, kabut yang menyelimuti Palembang bisa berasal dari kabut asap dan kabut radiasi uap air. Kabut radiasi tersebut mengurangi jarak pandang sampai kurang dari 2.000 meter sehingga mengganggu penerbangan. "Indeks kekeringan di Sumsel sudah tinggi, saat ini mencapai lebih dari 1.500. Curah hujan pada bulan Juli masih di atas normal yaitu 162 milimeter, sedangkan curah hujan bulan Agustus dua milimeter," kata Irdam )

Beberapa gambaran di atas dimaksudkan penulis bahwa kabut asap yang disebabkan pembakaran lahan perkebunan atau pertanian di sebagian daerah di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan telah sedemikian rupa sehingga akibat yang ditimbulkannya tidak hanya berdampak Nasional tetapi sudah berdampak Global, lintas batas Negara. Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat seperti ISPA (Inpeksi Saluran Pernapasan Atas), serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara serta yang paling tidak mengenakkan sebagai bangsa Indonesia adalah dapat merusak citra bangsa kita di mata bangsa lain, kita dicap sebagai Negara peng-ekspor Asap.
Bahkan dalam suatu kesempatan, Kementerian Luar Negeri Singapura mengemukakan Perdana Menteri Lee Hsien Loong pernah menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan kekecewaannya mengenai terulangnya kabut asap dari Indonesia.
Terlepas dari itu semua, sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat sebaiknya kita mendapatkan suatu rumusan pemecahan masalah dalam upaya penanggulangan kabut asap ini agar di masa mendatang, namun semua ini tidak dapat terlepas dari peran seluruh komponen Negara dan Masyarakat.

III. UPAYA PENANGGULANGAN

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah baik Pusat maupun masing-masing Daerah dalam penanggulangan dan pengantisipasian serangan kabut asap diberbagai wilayah di Indonesia, sebagai contoh adanya peringatan kepada para pembakar hutan juga sudah diberikan Gubernur Sumatera Selatan di tahun 2007, akan tetapi peringatan tetap diabaikan, dan kabut asap semakin tampak di beberapa titik, terutama di sepanjang jalan Indralaya Ogan Ilir yang membuat jarak pandang hanya beberapa meter saja pada pagi dan siang hari. Contoh di atas, adalah salah satu upaya Pemerintah dalam penanggulangan pembakaran hutan dan lahan yang dapat dikatakan gagal, karena peringatan-peringatan tersebut hanya sebatas retorika tanpa dibarengi dengan tindakan nyata, seperti perkenaan sanksi kepada mereka-mereka yang melanggar peringatan tersebut, baik individu maupun suatu perusahaan berbadan hukum.

Dalam hal upaya penanggulangan pembakaran hutan dan lahan ini sebaiknya kita gali terlebih dahulu penyebab terjadinya dari berbagai sudut pandang, seperti motif pembakaran, pelaku pembakaran, dan aspek hukum dalam tindakan pembakaran hutan dan lahan tersebut. Ada beberapa temuan yang disampaikan oleh beberapa peneliti, seperti ; bahwa kebakaran hutan terjadi di Sumatera dan Kalimantan, kebanyakan disengaja. Setiap musim kering, hutan dan lahan secara tidak sah dibakar untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan, pelakunya adalah para peladang tradisional maupun oleh perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit dan hutan tanaman industri untuk pembukaan lahan perkebunan. Disinilah seharusnya instrumen Pemerintah yang ada dapat mengidentifikasi permasalahan untuk kemudian ditemukan formula yang tepat dalam penanggulangan pembakaran hutan dan lahan ini, sebagai contoh ; penentuan cara baru membuka lahan perkebunan dan pertanian tanpa melakukan pembakaran hutan dan lahan. Bilamana formula yang digunakan tetap tidak dapat diterapkan maka barulah Instrumen hukum yang sebaiknya berperan, Polri sebagai alat negara penegak hukum berbicara berdasar payung hukum yang ada. Beberapa Undang-Undang dan Peraturan lainnya dapat digunakan Polri untuk menegakkan aturan dalam rangka penanggulangan, pencegahan dan penanganan pembakaran hutan dan lahan.

Pada waktu yang lalu beberapa kebijakan tingkat kewilayahan telah dikeluarkan oleh Polri, seperti dikeluarkannya Maklumat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan No.Pol:B/M/01/VI/2004 yang berisi larangan membakar hutan, alang-alang atau semak-semak dimana ancaman hukumannya adalah Karena maklumat berisi tindakan hukum jika dilanggar. Jika masyarakat kedapatan melakukan pembakaran hutan, alang-alang atau semak-semak, akan ditindak tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti pasal 41 dan pasal 42 Undang Undang nomor 23/1997 tentang Lingkungan Hidup, pasal 187, pasal 188, pasal 359, pasal 360 ayat 1 dan 2 Undang Undang nomor 73/1958 tentang berlakunya KUHP, kemudian Kapolda Kalbar telah mengeluarkan instruksi yang berisi ancaman hukuman berat bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan kabut asap di provinsi itu, dalam instruksi Polda Kalbar, pelaku pembakaran hutan dan lahan dapat diancam karena kealpaan (kesalahan) pasal 187 dan 188 KUHP maksimal kurungan penjara 12 tahun. Apabila dengan sengaja atau karena kelalainnya membuka lahan dengan cara dibakar diancam pasal 48 dan 49 UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dengan ancaman kurungan penjara maksimal 10 tahun denda Rp10 miliar.
Selain itu, pelaku juga dapat diancam pasal 41 dan 42 UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman kurungan penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah), apabila akibat kelalaiannya mengakibatkan kerusakan lingkungan. Apabila akibat perbuatannya sehingga menyebabkan orang meninggal diancam kurungan penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp. 750.000.000,-

Dalam hal pelaksanaan Maklumat Kapolda Sumsel No.Pol:B/M/01/VI/2004, jajaran Polda Sumatera Selatan pernah menahan empat tersangka pembakar hutan dan melakukan pemeriksaan intensif enam tersangka lainnya yang diduga dengan sengaja membakar hutan untuk membuka lahan pertanian. Para tersangka pembakar hutan tersebut semuanya adalah petani dan belum ada satupun oknum dari pihak perusahaan perkebunan yang terbukti melanggar maklumat larangan pembakaran selama musim kemarau tersebut. Tersangka pembakar hutan yang melanggar maklumat larangan membakar hutan/lahan pertanian di musim kemarau itu dikenakan ancaman kurungan penjara 3 - 12 tahun sesuai KUHP pasal 187 dan 188.
Selain langkah penegakkan huku tersebut di atas, jajaran Polda Sumatera Selatan juga mengintruksikan kepada seluruh anggota yang bertugas di daerah rawan kebakaran hutan diperintahkan peka terhadap lingkungannya dan selalu mengingatkan warga agar tidak melakukan pembakaran untuk membuka lahan. Melalui upaya tersebut diharapkan dapat mencegah warga melakukan pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian atau perkebunan dan wilayah Sumsel terbebas dari gangguan kabut asap.

IV. PENUTUP

Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (Undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan.
Polri sebagai aparat penegak hukum, pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat ternyata mempunyai peran yang sangat penting dalam menanggapi issue-issue masalah lingkungan hidup baik nasional maupun global, untuk itu sudah sewajarnya bila Polri sebagai Institusi maupun sebagai Individu harus semakin berkembang mengikuti perubahan jaman.

No comments:

Post a Comment

Google Search

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.